Alhamdulillah sebagai perempuan MamaWie merasa sudah sempurna karena memiliki suami yang selalu mendukung dan mau bekerjasama mengurus rumah tangga, selain itu juga dititipkan anak-anak yang ganteng dan cantik. Haidar Ali Mulyadi (9 tahun) yang saat ini kelas 3SD dan Humaira Jamia Rahmat (2 tahun). Mereka berdua lah yang membuat rumah kami makin seru, makin berwarna walaupun jadinya rumah seperti kapal pecah yang selalu berantakan dengan mainan-mainan mereka berdua. Tapi bagiku dan pak suami itu bukan menjadi masalah karena rumah yang berantakan bisa kita rapihkan tapi eksplor di usia mereka tidak akan bisa terulang kembali.
Haidar & Haira |
Kalau melihat mereka berdua sedang bercanda kadang MamaWie
suka flash back ke belakang, bisa yah seorang wanita manja, tidak pernah kenal
dengan yang namanya pekerjaan rumah sekarang bisa mengurus anak-anak sampai
detik ini walaupun sebagai orang tua aku masih banyak kekurangan dan belum
sempurna bagi H2 (Haidar & Haira). Apalagi kalau ingat proses persalinan
kedua buah hati yang saat ini sudah bisa main bersama ini. Banyak cerita,
pengalaman pertama ketika melahirkan mereka, walaupun mereka terlahir dalam
rahim yang sama tapi keduanya punya cerita berbeda.
Haidar Ali Mulyadi laki-laki yang saat ini sedang hobi main
bola proses kelahirannya termasuk sangat cepat dan mudah. 30 September 2012
pukul 04.30 pagi aku merasakan mules luar biasa dan langsung memutuskan ke
rumah sakit yang berada di Bekasi karena bapak mertua waktu itu kerja disana
jadi prosesnya bisa dibantu lebih cepat, selain itu juga memang dokter
kandungan ku praktek disana. Singkat cerita sampai rumah sakit pukul 05.00
karena aku bersama pak suami naik motor, jalanan pun tergolong sepi (aku
berangkat dari jatinegara, rumah mama). Sampai di rumah sakit aku langsung
menuju kamar bersalin dan di cek oleh para perawat ternyata baru pembukaan 4,
disuruh jalan-jalan dulu serta makan tapi tidak nafsu akhirnya dibelikan teh
manis hangat oleh pak suami agar nanti ada tenaga saat persalinan.
Berhubung Haidar menjadi anak dan cucu pertama karena kakak
nya dulu meninggal saat usia 10 hari jadi seluruh keluarga menunggu di ruang
tunggu kamar bersalin mulai dari orang tua aku, orang tua suami dan adek-adekku
beserta adek suami. Akhirnya setelah penantian beberapa jam anak laki-laki yang
lahir dengan berat badan 3,5kg ini keluar dari rahim MamaWie untuk melihat
dunia. Terharu bahagia semua perasaan tercampur jadi satu begitu aku mendengar
tangisan nya untuk pertama kali.
Berbeda dengan abank nya, Humaira lahir dengan proses
operasi Caesar kerena posisi nya melintang di dalam perut MamaWie di usia
kehamilan 38minggu, selain itu juga BB anak perempuan yang sekarang sudah tidak
pakai popok ini cukup besar sehingga sudah tidak mungkin dia memutar ke posisi
kepala di bawah untuk kelahiran normal. Dengan bismillah walaupun di dalam hati
aku tidak berani lahiran Caesar tapi demi kebaikan keduanya aku beranikan diri.
Bahkan sebelum proses operasi tanggal 24 Juli 2019 aku sempat nangis semalaman
karena rasa takut yang luar biasa, aku tuh tipe orang penakut karena jarang
banget ke rumah sakit paling kalau sakit cuma minum obat dan diurut. Nah ini
ngebayangin masuk dan harus operasi aja tuh rasanya belum punya keberanian.
Alhamdulillah nya aku dikelilingi orang-orang yang memberikan support, mulai
dari pak suami, orang tua, saudara sampai teman-teman.
Bismillah pagi-pagi sebelum ke rumah sakit ibu dan anak
untuk melakukan operasi pukul 15.00 aku mandi dan menyiapkan segala sesuatunya
untuk menyambut anak perempuan yang sudah lama kami nantikan kehadiran nya.
Alhamdulillah setelah memberanikan diri akhirnya aku masuk ruang operasi dan
semua berjalan lancar, tangisku pun pecah ketika mendengar suara tangisan
Humaira. Apalagi ketika Humaira langsung ditaro didada untuk IMD. MasyaAllah
bersyukur banget rasanya bisa melihat wajah merah anak perempuan yang sudah
dinantikan selama 7tahun.
Semua rasa sakit dan khawatir hilang hanya ada kebahagiaan
serta rasa syukur tapi semua berubah ketika aku dipindahkan ke ruang perawatan.
ASI ku belum keluar dan itu mengharuskan Humaira disarankan untuk minum sufor.
Apalagi ketika keluarga menjenguk dan berkata “aku tidak boleh egois, biarkan
humaira diberikan sufor untuk kesehatan nya, ada juga yang komen (makanya
jangan operasi jadi ASI nya susah keluar)”. Sambil menahan rasa sakit bekas
operasi aku pun menahan tangis. Siapa juga yang mau lahiran operasi? Siapa juga
yang mau ASI tidak keluar? Yang pasti setiap ibu menginginkan yang terbaik buat
buah hatinya.
Bersyukur banget aku didampingi oleh adekku yang mensupport
dalam segala cara agar ASI ku keluar, mulai dari membantu pompa ASI sampai
memegangi Haira anak perempuan yang biasa kami panggil ini agar bisa mengenal
putting dan segera mendapatkan ASI. Karena aku percaya bayi yang baru lahir
bisa bertahan selama 3 hari tanpa ASI jadi jangan buru-buru memberikan Sufor
kepada bayi yang baru dilahirkan.
Tidak perlu waktu lama akhirnya ASI ku keluar karena aku
berfikiran positif tanpe menghiraukan perkataan orang lain. Mungkin kalau aku
terlalu memikirkan perkataan orang lain aku bisa stress dan ini bisa berakibat
ASI ku tidak keluar serta aku tidak bisa mengurus Humaira dengan baik. Sering
banget kan kita denger orang diluar sana atau bahkan orang terdekat
mengomentari ibu yang baru saja melahirkan, seolah-olah mereka lebih pintar dan
itu membuat para ibu stress, itu disebut Mom Shaming. Dan ini harus segera kita
hilangkan dalam menjenguk ibu yang baru melahirkan.
Berbicara Mom-Shaming seneng banget MamaWie kemarin bisa mengikuti zoom meeting bersama Hansaplast dengan tema “Memahami Luka di Balik Mom – Shaming”. Acara ini dihadiri oleh :
- Grace Eugenia Sameve, M. A, M.Psi, Psikolog : Psikolog, Principal Child Psychologist Tentang Anak
- Dr. Nadia Wirantari, SpKK : Dermatovenereologist
- Conchita Caroline Rajasa : Hansamom & KOL
Hansaplast sendiri sebagai brand pertolongan pertama terkemuka yang telah mendampingi keluarga Indonesia dalam merawat luka selama hampir dari 100 tahun, kembali memperkuat komitmennya pada perlindungan keluarga Indonesia dengan menghadirkan Hansaplast Plester Bekas Luka. Hansaplast Plester Bekas Luka adalah plester transparan berperekat yang terbuat dari polyurethane, serta telah yang terbukti secara klinis membantu mentamarkan, mencerahkan dan menghaluskan tampilan bekas luka dalam 8 minggu pemakaian dimana hasil pertama dapat terlihat setelah 3-4 minggu pemakaian. Kenapa Hansaplast Plester Bekas Luka ini tidak hadir saat MamaWie selesai operasi 2 tahun yang lalu, kalau ada kan pastinya MamaWie gunakan untuk menutupi luka.
Brand Manager Hansaplast Alanna Alla Hannantyas mengatakan, “Kami
mengerti bahwa bekas luka baik di area tubuh yang terbuka maupun yang tertutup
seringkali membuat seseorang tidak nyaman sehingga mempengaruhi kepercayaan
diri mereka. Menjawab akan kebutuhan tersebut, kami menghadirkan inovasi terbaru
Hansaplast Plester Bekas Luka. Hansaplast Plester Bekas Luka dirancang untuk
membangun penghalang semi-oklusif yang meningkatkan hidrasi jaringan parut. Plester
ini dapat meningkatkan suhu di jaringan parut, membantu mengaktifkan proses
regenerasi kulit, dan mendukung pembentukan ulang bekas luka. Bekas luka
menjadi lebih rata, lebih cerah dan lebih halus.”
Bahkan setiap luka perlu dirawat dan membutuhkan kelembaban
untuk mempercepat proses penyembuhannya. Dokter Spesialis Kulit, dr. Nadia
Wiranti, SpKK menjelaskan, “Penyembuhan luka merupakan proses yang alami, ada
fase dan waktu yang dibutuhkan tubuh dari fase penghentian perdarahan,
peradangan, kemudian tumbuh jaringan baru (jaringan granulasi), jaringan epitel
baru, kemudian luka menjadi matur dan terjadi proses re-modeling bekas luka
(bisa sampai 1-2 tahun). Dalam perawatan luka sendiri harus dijaga bersih dan lembap.
Dibantu dengan nutrisi yang baik agar pemulihan cepat dan dapat menggunakan
Plester Bekas Luka untuk memperbaiki tampilan bekasnya. Plester Bekas Luka yang
digunakan harus sesuai peruntukannya dengan keadaan luka, menempel dengan baik,
nyaman dipakai dan tidak menyebabkan iritasi/alergi.”
Hansaplast Plester Bekas Luka juga mengadakan kampanye #SetiapLukaPunyaCerita
yang mengajak para wanita khususnya para ibu untuk membangun kasih sayang
antara ibu dan support system nya dengan menghilangkan stigma mengenai operasi Caesar,
yang seringkali berujung kepada mom-shaming.
Psikolog Grace Eugenia Sameve, M. A, M.Psi menjelaskan, “Mom Shaming kerap terjadi karena adanya perbedaan pandangan terhadap cara asuh yang dianggap benar. Meskipun kerap terjadi secara online – di forum diskusi parenting contohnya – sebenernya mom shaming lebih rentan terjadi di lingkungan keluarga dan kerabat sendiri, interaksi umumnya lebih intens dan tak terhindar. Mom-Shaming tidak selalu hadir dalam bentuk komentar yang tidak menyenangkan, namun seringkali juga dari pertanyaan yang tidak sengaja telah menghakimi pilihan seorang ibu seperti mengapa tidak bisa bersalin secara alami? Padahal, seorang ibu baru justru sedang sangat membutuhkan dukungan dari support system mereka dalam menjalani fase baru kehidupannya.”
Dalam zoom kemarin Conchita Caroline Rajasa seorang Mom Influencer berbagi pengalaman, “Sayangnya, masih banyak stigma negative mengenal proses persalinan Caesar yang tidak jarang menjadi mom-shaming untuk para ibu. Padahal memiliki luka Caesar bukanlah sesuatu yang memalukan atau membuat ibu tidak lagi cantik, melainkan sebuah souvenir bukti cinta ibu yang luar biasa untuk bertemu dengan buah hatinya. Meskipun aku tidak menyesali luka pasca operasi Caesar ku, Bekas luka tetaplah membutuhkan perawatan. Untuk perawatan luka pasca operasi Caesar, aku menggunakan Hansaplast Plester Bekas Luka yang telah terbukti dapat membantu menyamarkan dan menghaluskan bekas luka.”
“Proses melahirkan secara Caesar tidak mengurangi esensi
sebagai ibu. Memiliki luka Caesar merupakan bagian dari pengalaman yang sangat
berharga bagi seorang ibu. Memilih operasi Caesar bukanlah hal yang perlu
dihakimi karena ibu punya pertimbangan atas kesehatan sendiri dan juga
memikirkan kondisi keluarganyan karena justru memikirkan keluarga ini adalah
esensi seorang ibu yang sesungguhnya. Kami berharap melalui kampanye edukasi
#SetiapLukaPunyaCerita, Hansaplast bisa turut memudarkan stigma ibu yang
melakukan operasi Caesar bukanlah ibu yang seutuhnya. Kami ingin ‘luka’ para
ibu sembuh secara fisik dan emosional, agar ia lekas kembali nyaman dengan
dirinya sendiri dan menghargai setiap jejak perjalanan hidupnya,” Alana
mengakhiri.
Jadi mulai saat ini dan dimulai dari diri sendiri jangan
pernah membedakan lagi proses persalinan baik normal ataupun Caesar karena
keduanya memiliki alasan yang terbaik untuk ibu maupun buah hatinya. Dan bagi
MamaWie lahiran normal atau Caesar sudah dirasakan, nikmat luar biasa apalagi
bisa mengurus anak-anak sendiri dan melihat kepintaran anak setiap harinya,
bahagianya tuh luar biasa tidak bisa digantikan oleh apapun.
Komentar
Posting Komentar